37
Mahasiswa Baru Unila Pengguna Narkoba
BAGIAN I
KRONOLOGI KASUS
Sebanyak 37 mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila)
yang diterima tahun ini, terbukti secara positif sebagai pengguna narkotika dan
obat berbahaya (narkoba). Dari 37 orang itu, Sembilan mahasiswa baru lulus
lewat UMPTN untuk Strata 1 (S1) dan 28 orang lainnya untuk program Diploma 3.
Rektor Unila, Prof. Dr. Ir Muhajir Utomo, Jumat (29/9) membenarkan adanya 37
mahasiswa pengguna narkoba. Namun demikian, pimpinan Unila hingga kini masih
tetap memperkenankan untuk kuliah layaknya mahasiswa baru yang lain.
Dijelaskan, sesuai kebijakan Unila setiap calon mahasiswa
baru yang lolos seleksi harus melewati tes tambahan termasuk tes urine dan tes
darah. Ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah di antara mereka ada yang
terlibat secara aktif sebagai pengguna narkoba. Setelah dilakukan tes urine
secara kolektif terhadap seluruh mahasiswa baru oleh Unila bekerja sama dengan
RSU Abdul Moeloek Bandarlampung beberapa waktu lalu, ternyata 37 orang di
antaranya positif sebagai pengguna narkoba.
“Kenyataan ini memang cukup memprihatinkan. Sebab, dengan
fakta itu semakin jelas bahwa penggunaan narkoba di kalangan generasi muda
sudah demikian parah. Buktinya, ada di antara lulusan SMU di daerah ini yang
terlibat aktif mengkonsumsi narkoba sejak lama,” tegasnya. Rektor bersama
pimpinan Unila kini masih membahas kasus tersebut. Selain memanggil orangtua
mereka, masing-masing mahasiswa yang positif pengguna narkoba ini dipanggil
satu persatu untuk diklarifikasi ulang. Bagi yang mengaku secara jujur, tidak
dilanjutkan untuk tes darah. Tetapi, di antara mereka ada yang berkilah dan
membantah sebagai pengguna narkoba. “Untuk itu mereka diharuskan mengikuti tes
lanjutan yakni tes darah. Setelah dilakukan tes kedua ini, ternyata hasilnya
tetap positif. Jadi, 37 orang mahasiswa baru Unila yang terbukti positif
pengguna narkoba tersebut betul-betul ditemukan dari hasil tes yang tingkat
kebenarannya tak perlu diragukan lagi,” ujarnya.
Menurut Muhajir, sebetulnya Unila sudah mempertimbangkan
untuk membatalkan kelulusan 37 mahasiswa baru pengguna narkoba tersebut. Hanya
saja demi pertimbangan kemanusiaan dan juga atas jaminan orangtua
masing-masing, mereka masih tetap diperkenankan untuk kuliah di Unila.
Dijelaskan, memberi peluang tetap kuliah di Unila bagi mereka bukan berarti
diberikan begitu saja. Para mahasiswa dan orangtua mereka harus membuat
pernyataan tertulis untuk tidak mengkonsumsi narkoba lagi.
BAGIAN II
ANALISIS KASUS
A.
ANALISIS KASUS BERDASARKAN STUDI LITELATUR
Setelah kita mengamati kasus tersebut, kita dapat
menganalisis berdasarkan studi litelatur. Penyimpangan remaja merupakan salah
satu dari sekian banyak masalah sosial yang semakin merebak pada waktu sekarang
ini. Masalah sosial sering dikaitkan dengan masalah perilaku menyimpang dan
bahkan pelanggaran hukum atau tindak kejahatan. Upaya rehabilitasi dianggap
lebih tepat untuk mengatasi masalah Penyimpangan remaja. Hal ini karena remaja
adalah generasi penerus yang masih memungkinkan potensi sumberdaya manusianya
berkembang, sehingga pada saatnya akan menggantikan generasi sebelumnya menjadi
pemimpin-pemimpin bangsa.
Faktor-faktor
penyimpangan remaja menurut Santrock, (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai
berikut :
a. Identitas
Menurut teori
perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (Santrock, 1996) masa remaja ada
pada tahap di mana krisis identitas versus difusi identitas harus di atasi.
b. Kontrol
diri
Kenakalan remaja juga
dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup
dalam hal tingkah laku.
c. Usia
Munculnya tingkah laku
anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa
remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini
nantinya akan menjadi pelaku kenakalan.
d. Jenis
kelamin
Remaja laki- laki lebih
banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada perempuan.
e. Harapan
terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah
Remaja yang menjadi
pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di
sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya
sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka
tidak mempunyai motivasi untuk sekolah.
f. Proses
keluarga
Faktor keluarga sangat
berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga
seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya
penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi
pemicu timbulnya kenakalan remaja.
g. Pengaruh
teman sebaya
Memiliki teman-teman
sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal.
h. Kelas
sosial ekonomi
Ada kecenderungan
bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang
lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah
perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki
banyak privilege diperkirakan 50 : 1 (Kartono, 2003). Hal
i. Kualitas
lingkungan sekitar tempat tinggal
Komunitas juga dapat
berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat
kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan
aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas
kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan,
pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,
pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-
factor lain dalam masyarakat yang juga berhubungan dengan kenakalan remaja.
B.
ANALISIS KASUS BERDASARKAN ARGUMENTASI PRIBADI
1.
KOMENTAR PRIBADI
Perilaku menyimpang dapat digolongkan atas tindakan
kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk
pemakaian dan pengedaran obat terlarang, serta penyimpangan dalam gaya hidup.
Tindakan kriminal atau kejahatan umumnya dilihat bertentangan dengan norma
hukum, norma sosial dan norma agama yang berlaku di masyarakat. Penyimpangan
seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Penyimpangan dalam
bentuk pemakaian dan pengedaran obat terlarang merupakan bentuk penyimpangan dari
nilai dan norma sosial maupun agama. Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang
lain dari biasanya antara lain sikap arogansi dan eksentrik. Sikap arogansi,
antara lain kesombongan terhadap suatu yang dimilikinya seperti kekayaan,
kekuasaan, dan kepandaian. Sikap eksentrik ialah perbuatan yang menyimpang dari
biasanya sehingga dianggap aneh.
2.
ANTISIPASI
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah perilaku
penyimpangan sosial dalam masyarakat. Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan dari
berbagai lingkungan, baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
1. Di
Lingkungan Keluarga
Upaya pencegahan perilaku penyimpangan sosial di rumah memerlukan dukungan dari
semua anggota keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga luas. Di dalam hal
ini, masing-masing anggota keluarga harus mampu mengembangkan sikap kepedulian,
kompak, serta saling memahami peran dan kedudukannya masing-masing di keluarga.
Meskipun keterlibatan seluruh anggota keluarga sangat dibutuhkan, namun orang
tua memegang peran utama dalam membentuk perwatakan dan membina sikap
anak-anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua merupakan figur utama anak yang
dijadikan panutan dan tuntunan, sehingga sudah sepantasnya jika orang tua harus
mampu memberi teladan bagi anak-anaknya. Dalam hubungannya dengan upaya
pencegahan penyimpangan sosial di lingkungan keluarga, orang tua dapat
melakukan beberapa hal, seperti berikut ini.
a. Menciptakan
suasana harmonis, perhatian, dan penuh rasa kekeluargaan.
b. Menanamkan
nilai-nilai budi pekerti, kedisiplinan, dan ketaatan beribadah.
c. Mengembangkan
komunikasi dan hubungan yang akrab dengan anak.
d. Selalu
meluangkan waktu untuk mendengar dan menghargai pendapat anak, sekaligus mampu
memberikan bimbingan atau solusi jika anak mendapat kesulitan.
e. Memberikan
punnish and reward, artinya bersedia memberikan teguran atau bahkan hukuman
jika anak bersalah dan bersedia memberikan pujian atau bahkan hadiah jika anak
berbuat baik atau memperoleh prestasi.
f. Memberikan tanggung jawab kepada anak sesuai tingkat umur dan pendidikannya.
f. Memberikan tanggung jawab kepada anak sesuai tingkat umur dan pendidikannya.
Langkah-langkah
tersebut merupakan upaya yang dapat dilakukan orang tua agar tercipta suatu
komunikasi yang baik dengan anak, sehingga anak merasa terlindungi, memiliki
panutan atau teladan, serta merasa memiliki arti penting sebagai bagian dari
keluarganya.
2.
Di Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pergaulan anak yang cukup kompleks. Di dalam hal
ini, kedudukan pendidik di lingkungan sekolah memegang peran utama dalam
mengarahkan anak untuk tidak melakukan berbagai penyimpangan sosial. Berbagai
hal yang dapat dilakukan guru selaku pendidik dalam upaya mencegah perilaku
penyimpangan sosial anak didiknya, antara lain, berikut ini.
a. Mengembangkan
hubungan yang erat dengan setiap anak didiknya agar dapat tercipta komunikasi
timbal balik yang seimbang.
b. Menanamkan
nilai-nilai disiplin, budi pekerti, moral, dan spiritual sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing.
c. Selalu
mengembangkan sikap keterbukaan, jujur, dan saling percaya.
d. Memberi
kebebasan dan mendukung siswa untuk mengembangkan potensi diri, sejauh potensi
tersebut bersifat positif.
e. Bersedia
mendengar keluhan siswa serta mampu bertindak sebagai konseling untuk membantu
siswa mengatasi berbagai permasalahan, baik yang dihadapinya di sekolah atau
yang dihadapinya di rumah.
3.
Di Lingkungan Masyarakat
Lingkungan pergaulan dalam masyarakat sangat mampu memengaruhi pola pikir
seseorang. Dalam hal ini, perlu tercipta lingkungan pergaulan yang sehat dan
nyaman sehingga dapat dijadikan tempat ideal untuk membentuk karakter anak yang
baik. Adapun hal-hal yang dapat dikembangkan dalam masyarakat agar upaya
pencegahan perilaku penyimpangan sosial dapat tercapai, antara lain, berikut ini.
a. Mengembangkan
kerukunan antarwarga masyarakat. Sikap ini akan mampu meningkatkan rasa
kepedulian, gotong royong, dan kekompakan antarsesama warga masyarakat. Jika
dalam suatu masyarakat tercipta kekompakan, maka perilaku penyimpangan dapat
diminimalisasikan.
b.
Membudayakan perilaku disiplin bagi warga masyarakat, misalnya disiplin dalam
menghormati keputusan-keputusan bersama, seperti tamu bermalam harap lapor RT,
penetapan jam belajar anak, menjaga kebersihan lingkungan, dan sebagainya.
c.
Mengembangkan berbagai kegiatan warga yang bersifat positif, seperti
perkumpulan PKK, Karang Taruna, pengajian, atau berbagai kegiatan lain yang
mengarah kepada peningkatan kemampuan masyarakat yang lebih maju dan dinamis.
Jika beberapa upaya tersebut dapat diterapkan dalam suatu lingkungan
masyarakat, maka kelompok pelaku penyimpangan sosial akan merasa risih dan
jengah, sehingga mereka akan merasa malu jika melakukan tindakan penyimpangan
sosial di lingkungan tempat tinggalnya.
3.
SOLUSI
Solusinya dengan cara member efek jera, agar ia tidak
lagi melakukan tindakan tersebut. Atau diberikan pendekatan,penjelasan agar ia
tidak lagi melakukan tindakan yang tidak terpuji itu. Peran orang tua disini
sangatlah penting.
Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili
dan menuduh remaja sebagai sumber segala masalah dalam kehidupan di masyarakat,
barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat) mencoba merefleksikan peranan masing-masing.
Pertama, lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang
utama dan pertama.
Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhan-kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan kepribadian yang optimal bagi para remaja.
Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang tak mau tahu dengan perkembangan anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhan-kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan kepribadian yang optimal bagi para remaja.
Kedua, bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pendidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap.
Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua ataupun pendidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja. Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap.
Ketiga, bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan
masyarakat apakah mendukung optimalisasi perkembangan remaja atau tidak.
Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
BAGIAN III
1.
KESIMPULAN
Perilaku individu atau sekelompok individu yang tidak
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku secara umum dalam masyarakat sering
terjadi dalam kehidupan kita . Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert,
menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling yang
diberikan masyarakat kepadanya. Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket,
ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan
primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari
masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan
dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi
suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunyaari-hari.
2.
SARAN
Menurut saya, sebaiknya rektor dan pimpinan di
universitas tersebut bisa lebih tegas lagi terhadap mahasiswa-mahasiswa yang
ada di universitas tersebut sesuai dengan peraturan dan sanksi yang berlaku.
Dengan adanya kejadian tersebut, sebaiknya kampus tersebut mengadakan razia
rutin guna mencegah adanya kembali kasus mahasiswa yang memakai narkoba. Hal
itu dapat dilakukan bukan hanya kepada mahasiswa baru saja, tetapi juga kepada
mahasiswa lama (senior). Agar, hal tersebut tidak dapat merugikan mahasiswa
lain, nama baik kampus, dan masyarakat di sekitarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://bestaribee.blogspot.com/2011/12/solusi-mengatasi-penyimpangan-sosial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar