Selasa, 06 Januari 2015

MAKNA DAN IMPLEMENTASI SYAHADAT

MAKNA DAN IMPLEMENTASI SYAHADAT

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang
Islam merupakan suatu aturan yang dibangun dengan lima dasar, yaitu terdiri dari syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Kelima dasar atau rukun Islam ini merupakan penopang kokohnya agama. Agama (Al-din) menurut bahasa adalah ketaatan, peribadatan, pembalasan, dan perhitungan. Sedangkan pengertian agama menurut syariat adalah apa-apa yang disyariatkan oleh Allah yang berupa hukum-hukum atas Nabi-Nya. Dengan demikian perlu adanya perhitungan dalam melakukan peribadatan sehingga dapat dikategorikan sebagai ketaatan kepada Allah.
Perhitungan itu dimulai dari niat, karena dengan niat yang baik akan membawa pengaruh pada apa yang dikerjakannya itu. Karena pada dasarnya setiap pekerjaan, baik yang bersifat duniawi maupun yang bersifat ukhrawi (ibadah) harus disertai dengan niat yaitu ikhlas karena patuh pada Allah. Perbuatan, pekerjaan, dan peribadatan seseorang tidak dapat dikatakan baik apabila melakukannya disertai dengan riya, sebab tujuan dari riya adalah mengharapkan pujian dari makhluk sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai pengabdian atau peribadatan pada Allah. Karena sesungguhnya bentuk peribadatan dan perbuatan seseorang dapat dikategorikan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah apabila disertai dengan niat yang ikhlas.

Tujuan
Mempelajari syahadat merupakan hal yang utama, karena syahadat meliputi ketauhidan, sedangkan datangnya syetan lebih banyak melalui pintu ketauhidan. Dengan cara menyampaikan dan menjelaskan syahadat secara tertulis ini diharapkan dapat memperkokoh ketauhidan dan ketaatan penulis dan para pembaca sekalian.
Dalam tulisan ini akan dijelaskan tentang implementasi syahadat dalam kehidupan, tema ini diambil karena seluruh ilmu terdapat dan termuat dalam dua kalimat syahadat, sehingga diharapkan syahadat itu dapat direalisasikan oleh para ilmuan, pekerja, dan para pejabat dalam menjalankan tugasnya. Sehingga menjadi hamba yang diridhai-Nya dengan tetap menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai hamba ditengah-tengah kesibukannya, sebab iman seseorang dapat tetap terpelihara melalui pelaksanaan amal soleh atau ibadah.
Para intelektual muslim membagi ajaran Islam kepada dua bagian, yaitu Aqidah dan Syari'at. Aqidah diekspresikan dengan iman, dan syari'at diekspresikan dengan amal soleh. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-quran surat Al-Kahfi ayat 107.
ان الذين آمنوا وعملوا الصالحات كانت لهم جنات الفردوس نزلا (الكهف\18 : 107)
"Sungguh orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga firdaus sebagai tempat tinggal" (Qs. Al-Kahfi/18:107).
Sedangkan dalam pengertian yang lain, aqidah itu merupakan interpretasi dari syahadat tauhid dan syari'at itu merupakan interpretasi dari syahadat rasul oleh sebab itu diangkatnya pembahasan mengenai syahadat yang diharapkan dapat menjadi wasilah bertambahnya keimanan dan ketaatan penulis dan para pembaca dalam menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.

BAB II
SYAHADAT SEBAGAI INTISARI AQIDAH ISLAM


Arti Syahadat
Syahadat dalam artian bahasa adalah persaksian atau menyaksikan seperti halnya menyaksikannya mata atas sesuatu, artinya yaitu menyaksikan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah dengan direalisasikan dalam bentuk Ihsan. Dalam pengertian yang lain syahadat dapat diartikan sebagai pemberitahuan seseorang tentang kebenaran kepada orang lain, artinya syahadat bukanlah hanya sekedar kesaksian yang diucapkan oleh lisan saja, melainkan harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari baik berupa dakwah billisan maupun dakwah bilhal. Sedangkan menurut istilah syahadat adalah mengakui dengan lisan yang disertai dengan tunduk atau patuhnya hati bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, artinya syahadat itu tidaklah cukup hanya diucapkan/mengakui saja, tetapi harus direalisasikan dengan bentuk peribadatan kepada Allah. Karena dengan pengertian syahadat yang hanya dibatasi pada pengucapan lisan saja dapat menimbulkan interpretasi bahwa orang munafik adalah orang yang bersyahadat, sedangkan sifat dari munafik adalah ucapannya berbeda dengan kata hatinya atau keyakinannya.
Pengertian syahadat secara istilah (terminology) ini memberikan definisi keimanan yang sebenarnya yaitu memberikan kebenaran dan kesaksian yang tidak hanya dalam bentuk kalimat yang diucapkan dengan lisan saja, tetapi harus menjadi keyakinan yang dapat direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan anggota badan, sehingga syahadat dapat didefinisikan sebagai bentuk konkrit dari keimanan karena syahadat mengandung enam pilar utama dari rukun iman serta realisasinya. Syahadat tauhid mengandung makna kesempurnaan Aqidah atau keimanan kepada Allah, sedangkan syahadat rasul mengandung kebenaran keimanan kepada para malaikat, kitab-kitab Allah, para utusan-Nya, dan keimanan pada hari akhir serta berlakunya hukum-hukum syara' bagi mukallaf, dengan demikian dapat dikatakan bahwa syahadat adalah bentuk dan konsep keimanan atau iman.
Nabi Muhammad saw. mendefinisikan kata iman dengan sabdanya yang diriwayatkan oleh Siti A'isyah ra. Bahwa iman adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan aktivitas dengan anggota badan. Jadi iman meliputi pengakuan, pengucapan, dan perbuatan mukallaf yang mengandung kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dan tempatnya iman adalah di dalam hati yang direalisasikan dalam perkataan dan perbuatan, dengan demikian dapat didefinisikan bahwa iman merupakan bentuk kepatuhan hati pada apa yang diyakininya, tanpa adanya kesesuaian antara hati dan lisan maka dapat dikategorikan bahwa iman/syahadatnya tidak sempurna.

Makna Syahadat
Syahadat memiliki posisi yang sangat penting dalam Islam, karena dengan syahadat dapat mendapatkan kenikmatan yang abadi baik didunia maupun diakhirat. Syahadat memiliki dua pilar utama dalam ilmu ke-Islam-an yaitu keimanan/ketauhidan dan peribadatan/ibadah. Sehingga syahadat memiliki makna yang besar bagi para nabi dan ulama dalam perjuangan dakwahnya karena syahadat sebagai dasar utama yang diperjuangkannya.
Sebagai rukun Islam pertama syahadat merupakan pintu masuknya Islam, dan karenanya dibebankan kewajiban-kewajiban pada mukallaf. Sehingga untuk dapat mengamalkan syahadat tersebut perlu mengetahui makna yang terkandung di dalamnya, karena pemahaman muslim terrhadap syahadat akan membawa pada perubahan-perubahan individu maupun masyarakat yang sangat besar.
Kalimat syahadat merupakan kalimat yang tidak asing lagi dikalangan ummat islam, namun demikian sejauh manakah makna syahadat ini dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari ummat Islam. Sehingga sangatlah penting memahami makna syahadat sebagai upaya untuk memahami kandungan dua kalimat syahadat tersebut.
Ditinjau dari makna syara'nya, syahadat memiliki beberapa makna yaitu;
1. A'lamu (Mengetahui), yaitu mengetahui dan memahami tentang makna yang terkandung dalam kalimat syahadat yaitu ketuhanan Allah swt. dan kerasulan Muhammad saw. melalui dalil-dalil ijmalnya, seperti dengan cara mempelajari ilmu tauhid atau ilmu aqa'id/akidah.
2. A'taqidu (Menekadkan), yaitu menekadkan dalam hati bahwa tiada tuhan selain Allah swt. dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah dengan tanpa adanya sedikit pun keragu-raguan maupun kebimbangan terhadap yang diucapkan dan diyakininya itu, karena sesungguhnya orang-orang yang beriman tidaklah memiliki keragu-raguan dan mereka pun mampu mengorbankan dirinya untuk membela agama Allah terutama dalam menjalankan ibadah.
3. Amanu (Mengimani), yaitu menerima dan patuh pada ajaran dan tuntunan apapun yang datang dari Allah yaitu berupa interpretasi dari kalimat syahadat, karena interpretasi dari kalimat syahadat adalah berupa keimanan dan syariat.
4. Ushaddiqu (Membenarkan), yaitu membenarkan tentang ketuhanan Allah swt. dan kerasulan Muhammad saw. tanpa adanya dusta, artinya lidahnya harus sesuai dengan hatinya, yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan realisasi dalam kehidupannya berupa ibadah. 
5. Ubayyinu (Menjelaskan), yaitu menjelaskan kepada orang lain tentang keyakinannya (da’wah) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Ditinjau dari kandungan makna kalimat/lafadznya, syahadat memiliki empat makna yaitu
1. Syahadat memiliki makna melihat, yaitu melihat dengan mata kepala. Hal ini terdapat contohnya dalam Al-quran sebagai berikut;
يشهده المقربون (المطففين\83 : 21)
"yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (kepada Allah)" (Qs. Al-Muthaffifin/83:21)
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa syahadat itu dapat diartikan sebagai Musyahadah, yaitu melihat Allah dengan tanda kebesarannya melalui ilmu tauhid dan Haqiqat Al-Yaqin. 
2. Ikrar (iqrar) adalah suatu pernyataan seseorang mengenai apa yang diyakininya, artinya syahadat merupakan suatu ikrar keimanan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Dengan ikrar tersebut, maka sudah menjadi kewajiban mukallaf untuk menjalankan apa-apa yang disampaikan oleh Allah dan yang ditetapkan oleh Rasul-Nya berupa hukum-hukum syara', karena pengikraran syahadat merupakan awal ditetapkannya hukum syara' pada mukallaf. Makna ini terdapat dalam sebuah ayat Al-quran yang berbunyi sebagai berikut;
شهد الله أنه لااله إلا هو والملائكة واولوا العلم قائما بالقسطقلى لاإله إلا هو العزيز الحكيم (ال عمران\3 : 18)
"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" (Qs. Ali Imron/3:18).

3. Mengutarakan dengan kesaksian/keterangan yang berkenaan dengan sesuatu. Hal ini terdapat contahnya di dalam Al-quran sebagai berikut;
واشهدوا ذوى عدل منكم واقيموا الشهادة لله (الطلق\65 : 2)
"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah" (Qs. Al-Thalaq/65:2).
Syahadat dalam artian ini mengandung makna bahwa mukallaf yang telah bersyahadat telah disaksikan oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga kesaksian tersebut menjadi pengawas dalam setiap kegiatannya. 
4. Syahadat mengandung arti atau makna sumpah, artinya pengucapan dua kalimat syahadat tersebut merupakan sumpah setia seorang hamba kepada tuhannya untuk tetap menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Mengenai syahadat yang memiliki makna sumpah ini terdapat contohnya dalam Al-quran sebagai berikut;
إذا جاءك المنافقون قالوا نشهد إنك لرسول اللهم والله يعلم إنك لرسولهقلى والله يشهد إن المنافقين لكاذبون (المنافقون\63 : 1)
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata: kami mengakui bahwa engkau adalah Rosul Allah. Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta" (Qs. Al-Munafiqun/63:1).

Kedudukan Syahadat
Imam Subki berkata bahwa Islam adalah amal/perbuatannya anggota badan dalam bentuk peribadatan, dan tidak sah Islam seseorang kecuali disertai dengan iman. Sedangkan tidak sah pula iman seseorang tanpa adanya pelafadzan dua kalimat syahadat sehingga syahadat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal inipun dibuktikan dengan beberapa hadits yang menjelaskan tentang Islam dan selalu didahului dengan syahadat (sebagai rukun Islam pertama) seperti bunyi hadits berikut;
بني الإسلام على خمس شهادة ان لاإله إلاالله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان (رواه البخارى ومسلم)
"Islam dibangun diatas lima, yaitu; Bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, haji ke baitullah, dan puasa ramadhan" (HR. Buchari Muslim).

Syahadat dalam pandangan Al-quran setidaknya ada empat hal penting yang berkaitan dengan kedudukan syahadat tersebut, yaitu;
1. Syahadat sebagai pintu masuk agama Islam, hal ini ditegaskan dalam beberapa referensi bahwa disyaratkan mengucapkan dua kalimat syahadat bagi seseorang yang hendak masuk Islam. Ikrar ini untuk mengingatkan kembali atas janji manusia dialam arwah seperti yang dijelaskan dalam Al-quran surat Al-A'raf ayat 172.
2. Syahadat sebagai intisari ajaran Islam, karena di dalam syahadat tersebut mengandung ketauhidan, sedangkan ketauhidan merupakan inti dari ajaran agama Islam. Hal ini didasarkan pada aturan yang dibawa oleh Rasulullah, beliau mengajarkan Islam pada permulaannya adalah ketauhidan. 
3. Syahadat sebagai dasar perubahan, karena perubahan seorang muslim kepada yang lebih baik adalah disebabkan pada konsekuensinya terhadap ikrar kesaksiannya pada Allah dan Rasul-Nya. 
4. Syahadat sebagai misi dan hakikat dakwah para Rasul, karena tujuan utama diutusnya para Rasul adalah untuk menegakkan kalimat tauhid serta mengingatkan manusia pada janjinya sewaktu dialam arwah.

Implementasi Syahadat
Syahadat merupakan bentuk keimanan yang realisasinya di dalam hati, sehingga untuk melaksanakan/mengamalkan syahadat perlu adanya pemahaman tentang iman terlebih dahulu. Pengertian iman yang disampaikan oleh Siti A'isyah diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa iman perlu di implementasikan kepada tiga kategori yaitu diikrarkan dengan lisan/ucapan, ditekadkan di dalam hati, dan direalisasikan dengan anggota badan. sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi syahadat disandarkan pada tiga kategori tersebut.
Pengamalan/implementasi syahadat haruslah diamalkan secara istiqamah agar pencapaiannya menjadi sempurna, karena setiap hukum syara' yang dibebankan oleh Allah kepada manusia harus diamalkan secara istiqamah seperti halnya shalat. Begitupun dengan syahadat, sebagai pokok ajaran Islam yang terkandung di dalamnya ketauhidan yang harus dipelajari dan disosialisasikan kepada mukallaf perlu adanya pengamalan atau implementasi secara istiqamah pula, implementasi tersebut meliputi:

A. Implementasi syahadat dengan lisan.
Syahadat merupakan kalimat Islam, sehingga tidaklah sah keIslaman seseorang tanpa mengucapkan kalimat tersebut, karena Islam adalah ikrar atas kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Para ulama Muhadditsin, Fuqoha', dan Mutakallimin dari golongan Ahli Sunnah sepakat bahwa orang yang beriman tidak akan kekal dineraka walau pun penuh dengan dosa, karena di dalam hatinya terdapat keyakinan tentang Islam dan mengucapkan syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ikrar/pelafalan syahadat tersebut merupakan salah satu syarat sahnya iman, karena iman adalah membenarkan apa pun yang datang dari Allah dan ikrar atasnya, sehingga perlu adanya pengikraran syahadat sebagai pelaksanaan dari rukun Islam yang pertama ini walau pun ada pendapat yang mengatakan tidak perlunya pelafalan syahadat tersebut karena pada dasarnya keimanan adalah pekerjaan hati.
Sebagai implementasi dari istiqamah syahadat dengan lisan ini, terdapat sebagian golongan Salaf Al-Shalih yang membaca dua kalimat syahadat tersebut setelah shalat, hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa Rasulullah ketika selesai menunaikan shalat beliau membaca syahadat:
Pembacaan syahadat setelah shalat tersebut merupakan pembinaan syahadat atau keimanan di dalam hati dengan metode dzikir. Dzikir merupakan salah satu cara membina keimanan seorang muslim, dan banyak bicara dengan selain dzikir dapat membunuh hati dan melemahkan iman, sedangkan implementasi dari dzikir adalah pengucapan dengan lisan, sehingga sangatlah penting istiqamah dengan mengucapkan syahadat tersebut sebagai pembinaan keimanan melalui implementasi syahadat dengan lisan ini.
Pembacaan kalimat syahadat tersebut memiliki makna taubat (permohonan ampun) kepada Allah atas kelalaiannya dalam menjalankan shalat, baik secara syari'at maupun hakekatnya. Pelaksanaan taubat tersebut haruslah dilaksanakan secara istiqamah, karena segala bentuk dzikir apa pun tidak akan memiliki manfaat yang besar kecuali dengan istiqamah. Dan pembacaan syahadat setiap selesai shalat tersebut merupakan salah satu implementasi dari istiqamah dengan lisan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi syahadat melalui lisan adalah dengan meng-istiqamah-kan berdzikir kepada Allah, baik itu dzikir setelah selesai shalat berupa pembacaan dua kalimat syahadat maupun dzikir-dzikir yang dibaca dalam segala waktu dan kegiatan, sebab hal ini pun telah dicontohkan Rasulullah dengan bermacam-macam doa yang dibaca oleh beliau seperti doa memakai pakaian, sorban, dll. Yang dikutip dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Said bin Malik bin Sannan, hal ini merupakan contoh bahwa segala sesuatu yang dilakukan Rasul selalu disertai dengan dzikir. Karena dengan banyak berdzikir akan membawa manusia pada perubahan yang besar, sehingga menjadi manusia yang layak untuk menghadap pada keridhaan Allah. Kelayakan tersebut dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu perkataan dan tutur kata yang baik sehingga diterima oleh masyarakat, tekad hati yang lurus, dan perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan.

B. Implementasi syahadat dengan hati (Janan)
Syahadat merupakan pekerjaan hati yaitu membenarkan apa-apa yang datang dari Nabi saw., sehingga tidaklah sah iman seseorang apabila hanya diucapkan saja, tetapi harus didasarkan pada keyakinan hatinya karena pada dasarnya bahwa iman adalah keyakinan di dalam hati. Sehingga apabila seorang muslim yang ikrar syahadat serta menjalankan perintah wajib dan sunnah tetapi tidak memiliki keyakinan di dalam hatinya, maka ia adalah termasuk orang-orang munafik.
Implementasi dari istiqamah dengan hati ini adalah dimulai dari meluruskan keyakinan sampai dengan pembersihan hati dari segala penyakitnya, sehingga dapat mencapai pada derajat Qalb Salim (hati yang suci). Pembersihan hati ini melalui istiqamah amal shaleh, dzikir dan tafakkur sebagai upaya manusia untuk melawan hawa nafsunya sehingga tertanam dalam hati seorang muslim sebuah keyakinan bahwa tiada tuhan selain Allah (syahadat) sebagai bukti adanya keimanan.
Syahadat tersebut merupakan inti dari keimanan, sedangkan iman dapat diibaratkan dengan lampu, lampu akan menyala dan mati tergantung pada angin yang menerpanya. Begitu pun iman, hidup dan matinya iman tergantung pada ketaatan menjalankan kewajiban dan kekuataan hati melawan godaannya, karena iman akan mati oleh kepatuhannya hati pada bisikan syetan. Bisyikan syetan tersebut diawali dari hati, sehingga diharapkan hati manusia tersebut menjadi tercemar dengan berbagai macam penyakitnya, mudah marah, selalu berprasangka buruk, dan selalu merasa lebih unggul dari yang lain. Inilah tanda awal keberhasilan syetan menghasut manusia.

C. Implementasi syahadat dengan anggota badan (Arkan)
Ketika seorang hamba telah mengucapkan dua kalimat syahadat, maka harus memenuhi segala konsekuensinya, yaitu menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya serta meninggalkan segala larangan-Nya. Sehingga implementasi syahadat dengan anggota badan ini adalah pelaksanaan amal soleh, karena pelaksanaan amal saleh tersebut berfungsi sebagai pemupuk iman.
Pengertian Iman secara etimologis adalah percaya, namun implementasi dari iman adalah taat. Ketika iman diartikan dengan hanya sebatas percaya, maka iblis pun bisa dikatakan beriman kepada Allah karena iblis jelas-jelas percaya adanya Allah, tetapi iblis tidak taat kepada Allah swt. Sehingga implementasi dari iman adalah taat menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, karena apabila keimanan seseorang tidak disertai dengan amal sebagai bukti dari keimanannya maka ia dapat dikategorikan sebagai orang fasik.
Dengan demikian implementasi syahadat dengan anggota badan adalah dengan menjalankan fardhu dan sunnah secara istiqamah, karena dengan ketaatan yang istiqamah dalam melaksanakan keduanya akan mendekatkan diri pada Allah sehingga mendapatkan derajat yang tinggi yaitu derajat Ihsan. Dengan demikian dalam menjalankan segala aktivitasnya hendaklah kita berfikir bahwa kita sedang dalam pengawasan Allah, sehingga dalam melaksanakan kegiatannya kita tidak akan berani melakukan penipuan dan kecurangan.

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Syahadat merupakan pokok ajaran Islam yang menjadi batasan atas keafsahan iman seorang mukallaf karena syahadat merupakan pembeda antara muslim dan kafir, kesempurnaan iman tersebut bergantung pada pemahaman dan pengamalan syahadat karena pada dasarnya setiap manusia yang terlahir kedunia ini telah bersyahadat dengan ikrar kesetiaannya kepada Allah sewaktu dialam arwah, namun ikrar tersebut tidaklah cukup sebagai satu-satunya modal manusia menuju keselamatan diakherat kelak karena sesungguhnya yang menentukan manusia Islam dan tidaknya adalah pendidikan yang dijalaninya.
Oleh karena itu sangatlah penting pendidikan syahadat tersebut sebagai penguat keimanan, karena pada prinsipnya syahadat mengandung pengajaran tentang penetapan yang diucapkan dengan lisan, ditekadkan di dalam hati dan di implementasikan dengan anggota badan sebagai konsekuensinya pada kepatuhan bahwa Allah sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi sehingga hanya Allahlah yang menjadi tujuan hidup dan menjadikan Muhammad sebagai utusan Allah sehingga menjadikannya sebagai suri tauladan. Dengan demikian syahadat dapat direalisasikan dalam kehidupan melalui bentuk realisasi interaksi manusia dengan tuhannya dan interaksi manusia dengan sesama makhluk khususnya dengan sesama manusia.
Hubungan interaksi manusia dengan tuhannya adalah dengan melakukan bentuk peribadatan sebagai bukti cintanya kepada-Nya dan sebagai upayanya mendapatkan Ridha-Nya, karena pada kenyataannya manusia hidup dan beribadah didunia ini sedang melakukan transaksi jual beli dengan tuhannya yaitu menjual amal shaleh untuk mendapatkan Ridha-Nya. Sedangkan hubungan interaksi manusia dengan manusia tersebut dapat direalisasikan dengan keharmonisan antar sesama.
Hakekat dari syahadat adalah sebagai misi dakwahnya para rasul dan juga sebagai keutamaan dari seorang hamba menghadap tuhannya mengandung beberapa tahapan pelaksanaan, yaitu:
1. Cinta, hakikat cinta terdiri dari dua kategori yaitu;
a. Cinta Allah kepada hamba-Nya merupakan keinginan-Nya untuk memberikan nikmat kepada hamba sebagai orang yang telah dikhususkan-Nya berupa rahmat-Nya yang diberikan kepada hamba-Nya merupakan bentuk keinginan-Nya untuk memberikan nikmat, dengan demikian dapat didefinisikan bahwa rahmat merupakan keinginan spesial dari Allah untuk memberikan kasih sayang kepada hamba-Nya sedangkan cinta lebih khusus daripada rahmat, karena itu keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah).
b. Cinta hamba kepada Allah merupakan suatu kondisi dari hatinya yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, terkadang kondisi ini bisa membawanya kesuatu tingkat ta'dzim (pengagungan) kepada Allah, lebih senang mencari ridha-Nya, kurang sabar menahan cinta-Nya, tergila-gila kepada-Nya, dan tidak merasa tenang dengan tanpa berdzikir kepada-Nya, dan kecintaan tersebut akan menjadi abadi dengan dzikirnya yang terus menerus (istiqamah) dalam hati. Bentuk istiqamah tersebut meliputi tiga pelaksanaan yaitu;
- Dzikir di dalam hati.
- Pola pikir dzikir.
- Jasad sebagai amal dalam perbuatannya.
2. Ridha, keridhoan ini meliputi;
a. Ridha menjadikan Allah sebagai rabb.
b. Ridha menjadikan Islam sebagai agamanya.
c. Ridha menjadikan Muhammad sebagai rasul dan teladan.

Saran dan Harapan
Syahadat merupakan pokok dari semua ajaran Islam sehingga sangatlah penting untuk dipelajari oleh setiap muslim, namun karya tulis ini tidaklah dapat mewakili pembahasan-pembahasan syahadat karena kandungan dalam karya tulis ini hanya sebuah kutipan kecil yang sama sekali belum mewakili pemaparan mengenai syahadat. Oleh karena itu penulis sangat berharap kepada para pembaca untuk dapat mengkoreksi, memberikan saran, serta menciptakan sebuah karya tulis yang berisikan tentang rahasia syahadat, sehingga penulis dapat mengambil suatu pelajaran yang besar dari hal tersebut.
Akhirnya dengan segala kekurangannya penulis mempersembahkan syukur Alhamdulillah karena dengan taufik, hidayah, dan inayahnya karya tulis ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis karya tulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sebagai pemupuk iman dan bagi para pembaca pada umumnya. Dan semoga karya tulis ini diridhai oleh Allah swt. Amin.
Wa Allah A'lam Bi Al-Shawab


DAFTAR PUSTAKA

Al-Dasuqi, Syekh Muhammad, "Hasyiyah Al-Dasuqi", Toha Putra, Semarang.
Al-Dimasyqi, Imam Nawawi, "Adzkar Al-Nawawi", PT. Dar Ihya Al Kutub Al-Arabiyah.
Al-Fasyni, Syekh Ahmad bin Syekh Hijazi, "Majalis Al-Saniyah", Maktabah Toha Putra, Semarang.
Al-Ghazali, Imam, "Ihya Ulum Al-Din", Dar Ihya Kutub Al-Arabiyah, Indonesia.
Al-Haddad, Syekh Al-Imam Abdullah Ba'lawi, "Nasha'ih Al-Diniyah", Syirkah Nur Asia.
Al-Hadrami, Sayyid Abdullah, "Safinah Al-Shalat", Syirkah Dar Al-Salam, Indonesia.
Al-Husna, Faydh Allah bin Musa, "Fath Al-Rahman Li Thalib Ayat Al-quran", Al-Haramain, Jiddah.
Al-Jawziyah, Ibnu Qasim, "A'lam Al-Muwaqqi'in", Dar Al-Jil.
Al-Malibary, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin, "Irsyad Al-Ibad", Syirkah Nur Asia.
Al-Nawawi, Syekh, "Tafsir Munir", Dar Ihya Kutub Al-Arabiyah, Indonesia.
Al-Nazili, Sayyid Muhammad Haqy, "Hazinah Al-Asrar", Al-Haramain, Indonesia.
Al-Qusyairiyah Al-Naisabury, Abil Qasim Abdul Karim bin Hawazan, "Risalah Al-Qusyairiyah", Dar Al-Khair.
Al-Rifa'i, Syekh Ahmad, "Hasyiyah Ala Lamiyah Al-Af'al", Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah.
Al-Samarqandi, Syekh Nashar bin Muhammad bin Ibrahim, "Tanbih Al-Ghafilin", Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, Indonesia.
Al-Sanusi, Sayyid Muhammad, "Ummu Al-Barahin", Toha Putra, Semarang.
Al-Shawi, Ahmad bin Muhammad, "Tafsir Shawi", Al-Haramain.
Asy-Syaibini, Syekh Ahmad, "Hasyiyah Ala Syarh Al-Sittin", Maktabah Usaha Keluarga, Semarang.
Al-Syakir Al-Khaubari, Usman bin Hasan bin Ahmad, "Durrah Al-Nasihin", Dar Al-Fikr, Libanon
Al-Sya'rani, Sayyid Abdul Wahab "Minah Al-Saniyah", Toha Putra, Semarang.
Al-Sya'rani, Abdul Wahab, "Tanbih Al-Mughtarin", Dar Ihya Al-Kutub Al-Arabiyah, Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar