Selasa, 06 Januari 2015

PERILAKU MENYIMPANG




BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Bullying telah menjadi masalah yang cukup urgent pada saat ini. Masalah ini terjadi di setiap kalangan, di setiap tempat, dan di setiap waktu. Tergantung lingkungannya. Bullying sendiri memiliki dampak yang amat besar bagi perkembangan manusia, baik individu maupun golongan. Kajian karya tulis ini bertujuan untuk membahas tentang bullying. Mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana dampak penanggulangannya berdasarkan teori yang telah diberikan oleh para ahli.
I.2 Rumusan Masalah
a)      Mengapa bullying dapat terjadi?
b)      Bagaimana modus praktek bullying? Apa saja jenisnya?
c)      Bagaimana nasib korban dan pelaku bullying?
d)     Bagaimana solusi untuk meminimalisir bullying?
I.3 Tujuan Pembahasan
a.       Untuk mengetahui dan mengidentifikasi bullying
b.      Untuk meberikan kesadaran tentang urgensi dari bullying
c.       Untuk membantu dan memberikan solusi bagi para korban bullying

BAB II
LANDASAN TEORITIS
II.1 Pengertian Bullying
Secara etimologi, kata "bully" pertama kali digunakan pada 1530-an yang berarti "Sayang", diterapkan untuk kedua jenis kelamin, dari Belanda Boel "kekasih, saudara", mungkin mungil Tengah Jerman Tinggi buole "saudara", asal tidak pasti (bandingkan denganJerman Buhle "kekasih"). Arti memburuk melalui abad ke-17 melalui "sesama baik", "blusterer", untuk "melecehkan orang yang lemah". Ini mungkin sebagai rasa yang menghubungkan antara "kekasih" dan "bajingan" seperti dalam "pelindung pelacur", yang merupakan salah satu rasa "bully" (meskipun tidak secara khusus dibuktikan sampai 1706). Kata kerja "menggertak" pertama kali dibuktikan dalam 1710.
Menurut istilah, bullying adalah penggunaan kekuatan, ancaman, atau pemaksaan untuk penyalahgunaan, mengintimidasi,atau agresif mendominasi orang lain. Perilaku tersebut sering diulang dan menjadi kebiasaan. Perilaku yang digunakan untuk menegaskan dominasi tersebut dapat mencakup pelecehan lisan atau ancaman, serangan fisik atau paksaan, dan tindakan tersebut dapat diarahkan berulang kali terhadap target tertentu. Pembenaran dan rasionalisasi atas perilaku tersebut kadang-kadang termasuk perbedaan kelas sosial, ras, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, penampilan, perilaku, bahasatubuh, kepribadian, reputasi, keturunan, kekuatan, ukuran atau kemampuan. Jika bullying dilakukan oleh kelompok, hal itu disebut mobbing. "Target" bullying juga kadang-kadang disebut sebagai "korban" bullying.
Bullying terdiri dari empat jenis dasar pelecehan Emosional (kadang-kadang disebut relasional), verbal, fisik,dan cyber. Ini biasanya melibatkan metode pemaksaan pemaksaan seperti intimidasi.
Bullying berkisar dari yang sederhana satu per satu intimidasi bullying yang lebih kompleks di mana pengganggu mungkin memiliki satu atau lebih yang mungkin tampak bersedia untuk membantu pengganggu utama di atau kegiatan intimidasi nya.Sebuah budaya intimidasi dapat berkembang dalam setiap konteks di mana manusia berinteraksi satu sama lain. Ini termasuk sekolah, keluarga, kerja, tempatrumah, dan lingkungan.
Bullying dapat didefinisikan sebagai aktivitas berulang, perilaku agresif yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain, secara fisik, mental atau bahkan emosional. Bullying dicirikan oleh berperilaku individu dengan cara tertentu untuk mendapatkan kekuasaan atas orang lain. Peneliti Norwegia, Dan Olweus mengatakan intimidasi terjadi ketika seseorang "terbuka, berulang-ulang dan dari waktu ke waktu, untuk tindakan negatif pada bagian dari satu atau lebih orang lain ". Dia mengatakan tindakan negatif terjadi "ketika seseorang sengaja menimbulkan luka atau ketidaknyamanan pada orang lain, melalui kontak fisik, melalui kata-kata atau dengan cara lain."

II.2 Sejarah Bullying
Bentuk tingkat tinggi kekerasan seperti penyerangan dan pembunuhan biasanya menerima sebagian besar perhatian media, tapi bentuk dari tingkat kekerasan yang lebih rendah seperti intimidasi hanya oleh 2000-an mulai ditangani oleh para peneliti, orang tua dan wali, dan tokoh-tokoh.  Hanya dalam beberapa tahun terakhir bahwa bullying telah diakui dan dicatat sebagai pelanggaran terpisah dan berbeda, tetapi ada telah didokumentasikan dengan baik kasus-kasus yang telah tercatat selama berabad-abad. Virginia Woolf dianggap fasisme sebagai bentuk bullying, dan menulis tentang Hitler dan Nazi pada tahun 1934 sebagai “brutal ini membully".
II.3 Jenis-Jenis Bullying
Terdapat beberapa jenis-jenis bullying. Bullying dapat berbentuk tindakan fisik dan verbal yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.Barbara Coloroso (2006:47-50) membagi jenis-jenis bullying kedalam empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1.      Bullying secara verbal; perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
2.      Bullying secara fisik; yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
3.      Bullying secara relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu tejadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4.      Bullying elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).
Selanjutnya, Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mengelompokkan jenis-jenis bullying ke dalam 5 kategori yaitu:
1.      Kontak fisik langsung, memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.
2.      Kontak verbal langsung, mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, member panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gossip.
3.      Perilaku non-verbal langsung, melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
4.      Perilaku non-verbal tidak langsung, mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
5.      Pelecehan seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Meskipun anak laki-laki dan anak perempuan yang melakukan bullying cenderung sama-sama menggunakan bullying verbal, namun pada umumnya, perilaku bullying fisik lebih banyak dilakukan oleh anak laki-laki dan bullying bentuk verbal banyak digunakan oleh anak perempuan.

BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Mengapa Bullying dapat terjadi?
Penelitian terbaru menunjukkan, kejadian bullying terjadi murni karena pikiran jahat seorang pelaku, juga perilaku ”berbeda” yang ditunjukkan si korban. Karena itu, orangtua musti lebih waspadamengawasibuah hatinya.

Kekerasan yang terjadi antarteman di sekolah atau biasa dikenal sebagai bullying masih saja terjadi. Korban-korban pun terus berjatuhan. Perilaku seperti ini tak hanya mengarah ke kekerasan fisik, tapi juga mental, verbal, psikologis, emosional, dan seksual.

Intinya, bullying merupakan sebuah bentuk intimidasi yang dilakukan terus-menerus dengan tujuan menyakiti orang lain.
III.2 Motif Praktek Bullying
Mengapa seorang remaja melakukan tindakan negatif tersebut? Sebuah studi terbaru di Swedia berusaha membuka tabir soal ini.

Hasilnya terungkap, baik pelaku maupun korban bullying memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dibandingkan teman lain di lingkungan sekitarnya. Kesimpulan studi ini dipublikasikan online dalam jurnal yang diterbitkan oleh Springer bertajuk Child & Youth Care Forum.

Menurut pemimpin studi ini, Dr Robert Thornberg dan Sven Knutsen dari Linkoping University di Swedia, studi ini juga menghasilkan data sekitar 42% dari partisipan menyalahkan korban yang akhirnya menyebabkan terjadinya bullying.

Dalam studi ini, Thornberg dan Knutsen berusaha mendengarkan penjelasan remaja mengapa melakukan itu dan berusaha memahami tindakannya, baik sebagai pelaku ataupun pengamat saja.

Para peneliti juga ingin mengetahui remaja yang memiliki atribut atau bertingkah laku seperti apa yang akan terlibat bullying. Dari sini, ternyata terdapat banyak perbedaan jawaban dan alasan bergantung pada pengalaman remaja partisipan itu sendiri.

Perbedaan jenis kelamin juga ternyata berpengaruh saat memutuskan siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini, apakah pelaku atau korban. Sebanyak 176 siswa sekolah menengah atas yang berusia antara 15 dan 16 tahun di Swedia berpartisipasi dalam studi ini.

Mereka mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pengalaman kejadian bullying di sekolah mereka (baik sebagai penonton, korban, dan atau pelaku), serta penjelasan mengapa sebenarnya bullying itu bisa terjadi.

Peneliti menemukan bahwa 69% dari siswa partisipan menyebut penyebab bullying itu tindakan jahat si pelaku. Para penganiaya tersebut mengalami semacam kelemahan batin (misalnya rasa tidak aman dan rendah diri) dan keinginan mereka untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuasaan mereka, status, dan popularitas di sekolah.

Itu adalah dua alasan paling umum yang diungkapkan para korban bullying. Menariknya, 42% di antara remaja tersebut justru menyalahkan korban kekerasan dan penyimpangan mereka dari norma yang biasa berlaku di masyarakat (misalnya terlihat berbeda atau disebut aneh) sebagai alasan mengapa bullying bisa terjadi.

Sebaliknya, hanya 21% dari remaja yang mengatakan bahwa penyebab bullying adalah karena tekanan teman satu geng di sekolah, 7% karena peraturan sekolah yang terlalu longgar, dan sisanya menyebut karena sifat manusia atau sosial pada umumnya. Remaja perempuan sendiri lebih banyak menyalahkan pengganggu daripada korban bullying.

III.3 Dampak Bullying
III.3.1. Dampak Terhadap Mental
a.       Dampak bagi Korban
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.
b.      Dampak bagi Pelaku
Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso (2006:72) mengungkapkan bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
c.       Dampak bagi Siswa Lain yang Menyaksikan Bullying (bystanders)
Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.

III.3.2 Dampak Terhadap Fisik
a.       Dampak bagi Korban
Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, K, 2003).
Studi menunjukkan anak-anak yang di-bully mengalami penderitaan sosial dan emosional. Riset baru menunjukkan korban bullying tampaknya menderita radang sistemik yang kronis, yang bisa memicu penyakit-penyakit seperti diabetes dan penyakit pembuluh darah pada masa dewasa.
b.      Dampak bagi Pelaku
Di saat bersamaan, pelaku bullying mungkin sesungguhnya meraih manfaat sosial dari tindakannya, yang mendorong kesehatan yang baik. Temuan itu dilaporkan tim peneliti Universitas North Carolina di Chapel Hill dan Universitas Emory di Atlanda – Georgia dalam laporan berjudul “Proceedings of the National Academy of Sciences”.
Dalam penelitian selama 20 tahun atas 1.400 individu yang dipilih secara acak, tim peneliti mendapati tanda terjadinya peradangan tingkat tinggi yang disebut C-reactive protein atau CRP dalam tubuh orang dewasa yang di-bully sewaktu anak-anak. Kelompok itu dibandingkan dengan anak-anak yang menjadi korban dan sekaligus pelaku, dan individu yang diidentifikasi sebagai pelaku bullying saja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying dapat berdampak terhadap fisik maupun psikis pada korban, Dampak fisik seperti sakit kepala, sakit dada, cedera pada tubuh bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Sedangkan dampak psikis seperti rendah diri, sulit berkonsentrasi sehingga berpengaruh pada penurunan nilai akademik, trauma, sulit bersosialisasi, hingga depresi.
III.3.3 Contoh Dampak Korban Bullying
·         Megan Taylor Meier. Cewek asal Missouri, Amerika Serikat ini ditemukan tewas gantung diri beberapa minggu sebelum ulangtahunnya yang ke 14. Penyelidikan polisi menemukan bukti bahwa Megan stres setelah mengalami cyber bullying lewat social network oleh seorang temannya.
·         Phoebe Prince. Kisah kematian cewek cantik ini termasuk contoh korban bullying yang cukup tragis. Phoebe yang baru pindah dari Irlandia ke Massachusetts, Amerika Serikat mengalami tindakan bullying yang serius dari teman-teman sekolahnya. Karena nggak tahan siksaan tersebut, Phoebe pun bunuh diri. Padahal usianya baru saja menginjak 15 tahun.
·         The American Justice Department Bullying Suicide menyatakan bahwa setidaknya 1 dari 4 orang siswa sekolah di seluruh Amerika Serikat pernah di-bully oleh temannya sendiri.
·         Hasil penelitian pun menunjukan bahwa bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar ketiga di Amerika Serikat, yaitu 4.400 kasus per tahun. Dan penyebab terbesarnya adalah karena depresi akibat bullying.
·         Bukan hanya di Amerika Serikat, sebuah penelitian di Inggris pun memperlihatkan kalau separuh kasus bunuh diri pada remaja disebabkan karena bullying dan kebanyakan menimpa cewek remaja usia 10-15 tahun.

III.4 Cara untuk Meminimalisir Bullying
III.4.1 Pencegahan
A.    Pencegahan di Sekolah:
a.       Menilai situasi di sekolah
b.      Mengikutsertakan orang tua dan murid
c.       Membuat kebijaksanaan dan aturan
d.      Membangun lingkungan yang aman
e.       Mengedukasi seluruh siswa dan staff sekolah

B.     Pencegahan untuk Orang Tua:
Memerhatikan beberapa ciri yang harus diperhatikan orang tua terhadap anaknya:
1. Enggan untuk pergi sekolah
2. Sering sakit secara tiba-tiba
3. Mengalami penurunan nilai
4. Barang yang dimiliki hilang atau rusak
5. Mimpi buruk atau bahkan sulit untuk terlelap
6. Rasa amarah dan benci semakin mudah meluap dan meningkat
7. Sulit untuk berteman dengan teman baru
8. Memiliki tanda fisik, seperti memar atau luka
Jika menemukan ciri-ciri seperti di atas, langkah yang harus dilakukan orangtua di antaranya:
1. Berbicara dengan orangtua si anak yang melakukan bully terhadap anak Anda
2. Mengingatkan sekolah tentang masalah seperti ini
3. Datangi konselor profesional untuk ikut membantu mengatasi masalah ini
Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, jika memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling penting adalah mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka.
C.     Pencegahan untuk Anak yang Menjadi Korban Bullying:
a.       Bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, terutama ketika tidak ada orang dewasa/ guru/ orang tua yang berada di dekatnya. Ini berguna untuk pertahanan diri anak dalam segala situasi mengancam atau berbahaya, tidak saja dalam kasus bullying. Pertahanan diri ini dapat berbentuk fisik dan psikis.
·         Pertahanan diri Fisik : bela diri, berenang, kemampuan motorik yang baik (bersepeda, berlari), kesehatan yang prima.
·         Pertahanan diri Psikis : rasa percaya diri, berani, berakal sehat, kemampuan analisa sederhana, kemampuan melihat situasi (sederhana), kemampuan menyelesaikan masalah.
b.      Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin ia alami dalam kehidupannya. Maka yang diperlukan adalah kemampuan anak untuk bertoleransi terhadap beragam kejadian. Sesekali membiarkan (namun tetap mendampingi) anak merasakan kekecewaan, akan melatih toleransi dirinya.
c.       Walau anak sudah diajarkan untuk mempertahankan diri dan dibekali kemampuan agar tidak menjadi korban tindak kekerasan, tetap beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan atau meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang ia alami (bukan saja bullying). Terutama tindakan yang tidak dapat ia tangani atau tindakan yang terus berlangsung walau sudah diupayakan untuk tidak terulang.
d.      Upayakan anak mempunyai kemampuan sosialisasi yang baik dengan sebaya atau dengan orang yang lebih tua. Dengan banyak berteman, diharapkan anak tidak terpilih menjadi korban bullying karena:
·         Kemungkinan ia sendiri berteman dengan pelaku, tanpa sadar bahwa temannya pelaku bullying pada teman lainnya.
·         Kemungkinan pelaku enggan memilih anak sebagai korban karena si anak memiliki banyak teman yang mungkin sekali akan membela si anak.
·         Sosialisasi yang baik dengan orang yang lebih tua, guru atau pengasuh atau lainnya, akan memudahkan anak ketika ia mengadukan tindakan kekerasan yang ia alami.


BAB IV
    PENUTUPAN

IV.1.Kesimpulan
      Bullying merupakan sebuah bentuk intimidasi yang dilakukan terus-menerus dengan tujuan menyakiti orang lain. Baik pelaku maupun korban bullying memiliki karakteristik tertentu yang berbeda dibandingkan teman lain di lingkungan sekitarnya. Kesimpulan studi ini dipublikasikan online dalam jurnal yang diterbitkan oleh Springer bertajuk Child & Youth Care Forum. Perbedaan jenis kelamin juga ternyata berpengaruh saat memutuskan siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini, apakah pelaku atau korban. Penyebab bullying itu tindakan jahat si pelaku. Para penganiaya tersebut mengalami semacam kelemahan batin (misalnya rasa tidak aman dan rendah diri) dan keinginan mereka untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuasaan mereka, status, dan popularitas di sekolah.
            Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide). Sedangkan dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Jika tindakan kekerasan ini masih terus berlanjut dan tidak ada respons yang baik dari sekolah, pikirkanlah cara lain. Salah satu pilihan, jika memungkinkan, pindahkan sekolah anak Anda. Dalam situasi yang ekstrem, mungkin perlu menghubungi polisi atau meminta perlindungan. Namun, hal yang paling penting adalah mendengarkan komplain anak dan tetaplah membuka komunikasi kepada mereka.

IV.2. Saran-saran
Selain melakukan pemulihan terhadap korban bullying ada hal lain yang bias kita kerjakan yaitu
Penanganan untukAnak yang Menjadi Pelaku Bullying:
1. Segera ajak anak bicara mengenai apa yang ia lakukan. Jelaskan bahwa tindakannya merugikan diri dan orang lain. Upayakan bantuan dari tenaga ahlinya agar masalah tertangani dengan baik dan selesai dengan tuntas.
2. Cari penyebab anak melakukan hal tersebut. Penyebab menjadi penentu penanganan. Anak yang menjadi pelaku karena rasa rendah diri tentu akan ditangani secara berbeda dengan pelaku yang disebabkan oleh dendam karena pernah menjadi korban.Demikian juga bila pelaku disebabkan oleh agresifitasnya yang berbeda.
3. Posisikan diri untuk menolong anak dan bukan menghakimi anak.

B. Penanganan di Sekolah
Paling ideal adalah apabila ada kebijakan dan tindakan terintegrasi yang melibatkan seluruh komponen mulai dari guru, murid, kepala sekolah, sampai orangtua, yang bertujuan untuk menghentikan perilaku bullying dan menjamin rasa aman bagi korban.
Program anti-bullying di sekolah dilakukan antara lain dengan cara menggiatkan pengawasan dan pemberian sanksi secara tepat kepada pelaku, atau melakukan kampanye melalui berbagai cara. Memasukkan materi bullying ke dalam pembelajaran akan berdampak positif bagi pengembangan pribadi para murid.
Ratiyono mengemukakan dua strategi untuk mengatasi bullying yakni strategi umum dan khusus.
·         Strategi umum dijabarkan dengan menciptakan kultur sekolah yang sehat. Ratiyono mendeskripsikan kultur sekolah sebagai pola nilai-nilai, norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah dilaksanakan oleh warga sekolah secara bersama baik oleh kepala sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa sebagai dasar dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul.
·         Sedangkan strategi khusus adalah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan terjadinya tindakan bullying di lingkungan sekolah, aktifkan semua komponen secara proporsional sesuai perannya dalam menanggulangi perilaku bullying, susun program aksi penanggulangan bullying berdasarkan analisis menyeluruh dan melakukan evaluasi dan pemantauan secara periodik dan berkelanjutan.



Daftar Pustaka
www.google.com
www.wikipedia.org/wiki/bullying
AR. 2012. Dampak Bullying bagi siswa. http:/psychologymania.com/2012/06/dampak-bullying-bagi-siswa.html. Juni 2012.
Sasongko, Agung. 2014. Ini Dampak ‘Bullying’ Terhadap Kesehatan JangkaPanjang. http:/m.republika.co.id/berita/gaya-hdup/info-sehat/14/05/13/n5hq62-ini-dampak-bullying-terhadap-kesehatan-jangka-panjang. 13-Mei-2014

Koran Fesbuk. 2010. Bahaya dan Dampak Bullying. https:/facebook.com/notes/Koran-fesbuk/bahaya-dampak-bullying/408700614531. 2 April 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar